Tampilkan postingan dengan label Pertambangan indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pertambangan indonesia. Tampilkan semua postingan
Senin, 18 April 2016 0 komentar

Renegosiasi Kontrak dengan Freeport Adalah yang Terberat

Dirjen Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM),R. Sukhyar saat wawancara dengan MigasReview diruang kerjanya di gedung Dirjen Minerba,Jalan Soepomo, Jakarta, Kamis (09/04/2015). ©Fachry Latief/MigasReview.com

MigasReview, Jakarta – Selama mengabdi sebagai aparat negara, Direktur Jenderal (Dirjen) Mineral dan Batubara (Minerba) R. Sukhyar selama bertahun-tahun membahas Rancangan Undang-Undang Minerba hingga ditetapkan menjadi UU No. 4 Tahun 2009. Setelah UU tersebut ditetapkan, dia tidak lantas lepas tangan karena masih harus menerapkannya.
Di usianya yang menjelang pensiun, berbagai masalah di sektor minerba masih membutuhkan penanganannya. Sebagian memberikan hasil yang membanggakan, sebagian lagi bikin pusing dan membuat kadar gulanya naik.
Berikut pemaparan R. Sukhyar kepada MigasReview beberapa waktu lalu:
Dari 1998 sampai 1999 saya menjabat sebagai Direktur Vulkanologi di Direktorat Jenderal Geologi. Pada 2001 Ditjen Pertambangan Umum digabung dengan Ditjen Sumber Daya Mineral, dan saya menjadi Sekretaris Direktorat Jenderal (Setdirjen) sampai 2005. Selanjutnya saya menjabat sebagai Staf Ahli Menteri hingga pada 2008 saya menjadi Kepala Badan Geologi. Mulai 2013 saya menjadi Dirjen Minerba.
Pada saat menjadi Setdirjen Geologi, saya bertanggung jawab menyiapkan RUU Pertambangan mulai 2003. Walaupun Dirjennya bukan saya, itu adalah komitmen saya sebagai aparat negara untuk menyelesaikan RUU Minerba. Pada masa itu saya ikut dalam tim perumusan. Sampai saya menjadi staf ahli menteri, saya terus mendiskusikan RUU Minerba dengan para anggota DPR.
Hal yang menggembirakan ketika menyusun UU Minerba ada beberapa hal. Yang pertama adalah tidak ada lagi kontrak pertambangan. Betapa susahnya kami duduk bersama-sama dengan pemegang kontrak, salah satunya Freeport Indonesia. Itu sangat sulit. Maka rezimnya harus diubah. Tidak ada lagi rezim kontrak, yang ada harus izin. Untuk saat ini, mereka hanya menghabiskan term kontraknya saja. Kalau kontrak PT Freeport Indonesia habis pada 2021, kontraknya tidak akan diperpanjang lagi. Jika pemerintah memperpanjang operasi perusahaan, maka bukan lagi memakai sistem kontrak namun izin.
Perbedaan kontrak dan izin sangat kontras.  Untuk kontrak kami duduk bersama-sama untuk meneken perjanjian. Tidak boleh mengubah hitungan fiskal dari kedua belah pihak. Tapi kalau izin, jika ada perubahan hitungan fiskal, maka tidak boleh ada penolakan karena itu berdasarkan UU. Jika keberatan, silakan tinggalkan Indonesia, karena kami memosisikan UU lebih tinggi daripada kontrak.

Bangga Nilai Tambah Masuk ke UU Minerba

Kedua menyangkut nilai tambah. Saya bangga sekali, nilai tambah dimasukkan ke dalam UU Minerba. Kewajiban membangun smelter adalah salah satu bagian saja dalam nilai tambah. Kalau kita bicara timah, dari zaman Belanda juga sudah ada upaya memurnikan logam timah. Jadi, masa kita hanya sampai pada logam timah saja, tidak ada kemajuan? Maka kita perlu mengembangkan segmentasinya, yaitu industri kimia berbasis timah. Kita bicara untuk tidak lagi menghidupi industri luar negeri tetapi industri dalam negeri.
Sekarang sumber daya tidak lagi eksploitatif namun menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Jadi nilai tambah itu semangatnya jangan mengambil nilai di hulu, melainkan di hilir. Kalau kita kembangkan sumber daya di hilir, maka hasilnya tinggi. Kalau kita jual bauksit, katakanlah sekitar US$30 per ton, namun jika sudah menjadi alumina menjadi US$400 per ton. Nilai tambah adalah hal yang mencolok bagi anggota DPR, karena itu ide yang sangat bagus
Renegosiasi Kontrak yang Menyesakkan
Selama saya menjabat sebagai aparatur negara, yang paling menyesakkan adalah saat renegosiasi kontrak. Ada 107 kontrak yang harus direnegosiasikan. Untuk renegosiasi, kami memulainya dari MoU antara pemerintah dengan pelaku usaha sebanyak 6 term, terdiri atas penerimaan negara atau fiskal, pengurangan luas wilayah, bentuk izin operasi, permurnian mineral, divestasi saham, dan konten lokal. Saya senang karena dari 107 itu ada beberapa yang meneken MoU. Itu suatu hal yang luar biasa. Pasalnya, kalau tidak ada MoU maka ke depannya susah berbicara ke amendemen kontrak. Untuk amendemen, yang sudah meneken baru satu, yaitu PT Vale Indonesia Tbk. Mudah-mudahan kontrak generasi dua selesai dan semua amendemen diteken oleh pemerintah.
Dari enam term, yang paling menjadi kendala adalah di bilang fiskal. Makanya, kami meminta Kementerian Keuangan berada di garis terdepan dalam urusan fiskal walaupun MoU itu sudah jelas mengenai penerimaan negara, PPH tetap, dan lainnya sesui dengan ketentuan. Begitu didetailkan di amendemen, banyak terjadi perdebatan, mulai dari masalah PBB, masalah pajak air, masalah PPN, dan yang printilan-printilan harus dibicarakan dengan Kementerian Keuangan. Padahal, secara garis besar tidak ada hubungan antara MoU dengan perpanjangan kontrak.
Terberat dalam renegosiasi kontrak adalah dengan PT Freeport Indonesia. Saya sampai sakit. Kadar gula saya meningkat pada saat renegosiasi dengan Freeport. Kalau Freeport tidak sadar, maka mereka kebangetan. Sekarang Freeport tidak lagi membicarakan renegoisasi di tingkat Ditjen Minerba namun sudah ke tingkat Menteri ESDM karena banyak term yangdeadlock dengan mereka.
Selama menjabat Dirjen, saya bersyukur Ditjen Minerba adalah satu-satunya dan pertama kali di bawah supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sampai hari ini kami masih bekerjasama dengan KPK. Kami senang saja ada institusi yang menopang dan mendorong perbaikan. Supervisi yang ada di sini menjadi model pengelolaan di Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan, dan lain-lain.
Lebih Pentingkan Kerja daripada Keluarga
Berbicara mengenai prinsip hidup, prinsip saya adalah nasionalisme. Nasionalisme nomor satu bagi saya. Namun saya juga malu dengan keluarga saya karena lebih mementingkan kerja daripada keluarga. Kalau keluarga memberikan testimoni, istri dan semua anak akan kompak mengatakan saya terlalu banyak bekerja hingga kurang memikirkan keluarga. Namun, this is life karena hidup penuh pilihan. (tyo raha) 

sumber : http://www.migasreview.com/
Share
 
;