Tampilkan postingan dengan label Geologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Geologi. Tampilkan semua postingan
Selasa, 06 Maret 2012 0 komentar

Subsidence

Ridgeway Mine, South Carolina
Subsiden adalah penurunan ketinggian tanah permukaan dari perubahan yang terjadi di bawah tanah. Penyebab umum dari penurunan tanah dari aktivitas manusia yang memompa air, minyak, dan gas dari reservoir bawah tanah; pelarutan batu kapur akuifer (sinkholes); runtuhnya tambang bawah tanah; drainase tanah organik, dan pembasahan awal dari tanah kering (hydrocompaction).

Overdrafting akuifer adalah penyebab utama dari penurunan di Amerika Serikat barat daya, dan sebagai tanah-air pompa meningkat, penurunan tanah juga akan meningkat. Dalam banyak akuifer, air tanah dipompa dari ruang pori antara butir pasir dan kerikil. Jika suatu akuifer memiliki tempat tidur dari tanah liat atau lumpur dalam atau di samping itu, tekanan air diturunkan di pasir dan kerikil menyebabkan drainase lambat air dari tempat tidur tanah liat dan lumpur. Tekanan air berkurang adalah hilangnya dukungan untuk tempat tidur tanah liat dan lumpur. Karena tempat tidur yang kompresibel, mereka kompak (menjadi lebih tipis), dan efek dipandang sebagai penurunan permukaan tanah. Penurunan elevasi permukaan tanah dari proses ini adalah permanen. Sebagai contoh, jika menurunkan kadar air tanah menyebabkan penurunan tanah, pengisian akuifer air tanah sampai kembali ke tingkat asli tidak akan menghasilkan pemulihan yang cukup dari elevasi tanah permukaan.

Penurunan tanah menyebabkan banyak masalah termasuk:
(1) perubahan elevasi dan kemiringan sungai, kanal, dan saluran air,
(2) kerusakan pada jembatan, jalan, kereta api, badai saluran air, saluran pembuangan saniter, kanal, dan tanggul; kerusakan
(3) untuk bangunan swasta dan publik; dan
(4) kegagalan casing baik dari kekuatan yang dihasilkan oleh pemadatan halus bahan dalam sistem akuifer. Di beberapa daerah pantai, amblesan telah mengakibatkan pasang bergerak ke daerah dataran rendah yang sebelumnya di atas pasang tinggi tingkat. Contoh dari kerusakan yang disebabkan oleh penurunan tanah. Dasar beton di bagian atas sumur berada di atas permukaan tanah karena permukaan tanah telah menurunkan dan casing juga kaku belum tenggelam.

Beberapa metode yang tersedia untuk memantau penurunan tanah. Pendekatan yang paling dasar menggunakan survei diulang dengan meratakan konvensional atau GPS. Pendekatan lain adalah dengan menggunakan perekam pemadatan permanen, atau extensometers vertikal (Gambar 8). Perangkat ini menggunakan pipa atau kabel di dalam casing juga. Pipa di dalam casing memanjang dari permukaan tanah sampai kedalaman beberapa melalui sedimen kompresibel. Sebuah meja di permukaan tanah memegang instrumen yang memonitor perubahan jarak antara bagian atas pipa dan meja. Jika pipa batin dan casing pergi melalui seluruh ketebalan sedimen kompresibel, maka perangkat mengukur penurunan tanah yang sebenarnya. Jika kedua tingkat air tanah dan pemadatan sedimen diukur, maka data dapat dianalisis untuk menentukan sifat yang dapat digunakan untuk memprediksi penurunan masa depan. Tentang 19 dari instalasi ini dioperasikan di Arizona Selatan dan stasiun tambahan dioperasikan di California, Nevada, New Mexico, dan Texas. Lain pemantauan amblesan metode dalam pengembangan dan pengujian menggunakan radar apertur sintetik interferometri (InSAR). Dengan metode ini, gambar dari satelit radar individu dibandingkan dan interferograms diproduksi. Dalam kondisi terbaik, perubahan elevasi permukaan lahan di urutan 1 inci atau kurang dapat ditentukan.


Share
Sabtu, 03 Maret 2012 0 komentar

Struktur Sekunder Batuan

Struktur sekunder batuan merupakan perubahan pada morfologi batuan karena adanya pergerakan dari luar (tektonik lempeng).

Kekar


 
rekahan yang berbentuk teratur pada masa batuan yang tidak menampakkan (dilihat dengan mata telanjang) telah terjadi pergeseran pada kedua sisi-sisinya. secara umum dibedakan menjadi menjadi 4 (empat) (Mc.Clay 1987) yaitu kekar tarik (rekahan yang membuka akibat gaya ekstensi yang berarah tegak lurus terhadap arah rekahan), kekar gerus (biasanya berpasangan merupakan satu set dan lurus, terdapat pergeseran yang diakibatkan oleh gayakompresi), kekar hibrid (berkenampakan sebagai kekar gerus yang membuka, kombinasi antara kekar gerus dan kekar tarik), dan kekar tarik tak beraturan (arah kekar tak beraturan, sering merupakan akibat hydraulic fracturing). Kehadiran kekar pada batuan dapat meningkatkan porositas batuan, sehingga mampu menyimpan air (sebagai aquifer) ataupun hidrokarbon (sebagai reservoir), sebaliknya juga memperlemah kekuatan batuan. Kehadiran kekar didekat permukaan juga dapat mempercepat proses pelapukan batuan.
Sesar
rekahan pada masa batuan yang telah memperliahatkan gejala pergeseran pada kedua belah sisi bidang rekahan (Simpson, 1986), berdasarkan kinematikanya secara garis besar dibedakan menjadi sesar turun, sesar naik, dan sesar geser. Sesar yang dimaksud adalah pergeseran yang disebabkan oleh gaya tektonik. Jenis Sesar berdasarkan aktifitasnya dapat diebadakan menjadi Sesar mati dan Sesar aktif. Sesar mati adalah sesar yang sudah tidak (akan) bergerak lagi, sedangkan Sesar aktif adalah sesar yang pernah bergeser selama 11.000 tahun terakhir dan berpotensi akan bergerak di waktu yang akan datang (Yeats, Sieh & Allen, 1997). Sesar aktif dikenal pula sebagai bagian dari peristiwa gempa bumi.

 Lipatan

 
Lipatan adalah suatu gejala “ductile deformasi” yang umumnya ditemukan pada batuan yang berlapis ( batuan sedimen, volkanik , metamorf ). (Twiss & Moores ‘92)

KINEMATIKA TERBENTUKNYA LIPATAN
-  BENDING : Terbentuknya lipatan  disebabkan karena gaya vertikal (“vertical force”) yang berasal dari bawah mengangkat lapisan sehingga terlipat.
-  BUCKLING : Terbentuknya   lipatan   disebabkan  gaya   kompresi (“compressive stresses”) parallel terhadap lapisan                                                    
 - SHEARING / COUPLING : Stress bersifat “couple” (berlawanan arah tapi satu bidang / tidak segaris ). 

Antiklin : lipatan yang cekung keatas atau suatu lipatan dimana batuan yang lebih tua berada dibagian dalam lipatan.
Sinklin : lipatan yang cekung ke bawah, atau lipatan dimana batuan yang lebih muda berada di bagian luar / tengah  lipatan.
Topografi dome dan basin : bagian yang naik dan bagian yang turun dari lapisan batuan, tererosi membentuk pola melingkar atau elipsoid. (Hamilton, WK., hal 183)
Parasitic fold adalah lipatan yang terdapat dalam lapisan atau lipatan besar. ( Fleuty,’64) 
 
--------------------------------------------------------------------------------------
 http://buana-poetra-mining.blogspot.com/2011/10/rangkuman-materi-geologi-struktur.html
http://comunitycivil.blogspot.com/2009/02/struktur-geologi-kekar-dan-sesar.html
 
 
Share
Rabu, 29 Februari 2012 0 komentar

Struktut Primer Batuan

Struktur pada Batuan beku
1. Masif, secara keseluruhan kenampakan batuan terlihat seragam.

2. Vesikuler, pada masa batuan terdapat lubang-lubang kecil yang berbentuk bulat atau elips dengan penyebaran yang tidak merata. Lubang ini merupakan lubang bekas gas yang terperangkap pada waktu magma membeku.

3. Amigdaloidal, struktur vesikuler yang telah terisi oleh mineral.

4. Scorious, struktur vesikuler yang penyebarannya merata dengan lubang-lubang yang saling berhubungan.

5. Aliran, kesejajaran mineral pada arah tertentu dengan orientasi yang jelas.

6. Lava Bantal (Pillow Lava), lava yang memperlihatkan struktur seperti kumpulan bantal-bantal, hal ini disebabkan karena terbentuk di lingkungan laut.

7. Columnar Joint, struktur yang memperlihatkan seperti kumpulan tiang-tiang, hal ini disebabkan adanya kontraksi pada proses pendinginannya.

Struktut pada Batuan Sedimen
1. Perlapisan
Struktur perlapisan merupakan sifat utama dari batuan sedimen klastik yang menghasilkan biddang-bidang sejajar sebagai hasil dari proses pengendapan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kenampakan adanya struktur perlapisan antara lain:
1. Adanya perbedaan warna mineral
2. Adanya perbedaan ukuran besar butir
3. Adanya perbedaaan komposisi mineral
4. Adanya perubahan macam batuan
5. Adanya perubahan struktur sedimen
6. Adanya perubahan kekompakan batuan
7. Adanya perbedaan porositas batuan

2. Laminasi
Struktur Perlapisan pada batuan beku dimana jarak antar perlapisannya kurang dari 1cm.
Terbentuk bila poola pengendapannya disertai dengan energi yang konstan (homogen), dan biasanya terbentuk dari suspensi tanpa energi mekanis.
laminasi
3.Graded Bedding
Graded Bedding merupakan struktur sedimen yang terbentuk bila butiran butiran dalam tubuh batuan sedimen berubah secara gradual, samakin menghalus atau semakin mengkasar.
Graded Bedding
4.Cross Bedding
Cross Bedding adalah lapisan miring dengan ketebalan lebih dari 5 cm,merupakan struktur sedimentasi tunggal yang terdiri dari urut-urutan sistematik.
Cross bedding dihasilkan oleh migrasi ripple yang cukup besar atau oleh gelombang-gelombang yang membawa pori dimana masing-masing lapisan berukuran lebih dari 5 cm. struktur ini dihasilkan oleh kegiatan arus air atau angin dengan arah bervariasi (bates and Jackson 1987 : 163).
Cross bedding dapat digunakan sebagai petunjuk adanya aliran air dari segala arah.
Cross Bedding
  5.Flute Cast
Adalah struktur sedimen yang terjadi akibat material-material yang dibawa arus menggerus bagian dasar sungai. Arus sungai mempunyai arah menuju ke bagian yang memanjang. Dengan demikian, struktur ini juga penentu paleocurrent.

Karena struktur ini hanya ada di bagian dasar suatu tubuh arus dan bagian yang menggembung selalu di bawah, maka flute cast pun handal dalam menentukan top-bottom perlapisan sedimen.
fluite cast
 Struktur Pada Batuan Metamorf
1. Foliasi
Struktur foliasi merupakan struktur yang memperlihatkan adanya suatu penjajaran mineral-mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri atas :
- Struktur Slatycleavage
- Struktur Gneissic
- Struktur Phylitic
- Struktur Schistosity
Slate
 2. Non Foliasi
Struktur non foliasi merupakan struktur yang tidak memperlihatkan adanya penjajaran mineral penyusun batuan metamorf. Struktur ini terdiri atas :
- Struktur Hornfelsik
- Struktur Milonitik
- Struktur Kataklastik
- Struktur Flaser
- Struktur Pilonitik
- Struktur Augen
- Struktur Granulosa
- Struktur Liniasi
Gneiss
 
 --------------------------------------------------------------------------------
http://nationalinks.blogspot.com/2009/02/struktur-batuan-metamorf.html
http://shin-shanshan.blogspot.com/2011/07/struktur-batuan-sedimen.html
http://www.toiki.or.id/2010/07/struktur-batuan-sedimen.html 
Share
Rabu, 22 Februari 2012 0 komentar

Geologi

Geologi struktur adalah studi mengenai distribusi tiga dimensi tubuh batuan dan permukaannya yang datar ataupun terlipat, beserta susunan internalnya.
Geologi struktur mencakup bentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi, metamorfisme dan geologi rekayasa. Dengan mempelajari struktur tiga dimensi batuan dan daerah, dapat dibuat kesimpulan mengenai sejarah tektonik, lingkungan geologi pada masa lampau dan kejadian deformasinya. Hal ini dapat dipadukan pada waktu dengan menggunakan kontrol stratigrafi maupun geokronologi, untuk menentukan waktu pembentukan struktur tersebut.
Secara lebih formal dinyatakan sebagai cabang geologi yang berhubungan dengan proses geologi dimana suatu gaya telah menyebabkan transformasi bentuk, susunan, atau struktur internal batuan kedalam bentuk, susunan, atau susunan intenal yang lain.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
 http://id.wikipedia.org/wiki/Geologi_struktur
Share
Jumat, 27 Januari 2012 1 komentar

Peta geologi kota padang

Bagi yang membutuhkan skala yang lebih besar langsung saja contact me atau http://www.facebook.com/pages/Dunia-Tambang/180468485382704 Share
Senin, 17 Oktober 2011 0 komentar

Sejarah Penyelidikan Geologi di Indonesia


Penyelidikan geologi di Indonesia berperan pen- ting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan pemanfaatan sumberdaya alam di Indonesia, tujuannya tidak lain untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa ini. Penyelidikan geologi di Indonesia telah mencapai lebih dari satu seperempat abad dimulai pada tahun 1850. Penyelidikan geologi di Indonesia dalam lingkup peristiwa dibagi menjadi empat masa penting, yaitu Masa Pendudukan Belanda, Masa Pendudukan Jepang, Masa Perang Kemerdekaan dan Masa Mengisi Kemerdekaan.
Masa Pendudukan Belanda
Pada tahun 1850 oleh Pemerintah Belanda didirikan Dinas Pertambangan yang pada waktu itu diberi nama Dienst van het Mijnwezen di nusantara. Setahun sebelumnya, pertambangan yang pertama dibuka di nusantara adalah di daerah Pengaron, Kalimantan, yaitu pertambangan batubara Orange Nassau. Inilah sebenarnya yang menjadi patok dimulainya kegiatan penyelidikan geologi di Indonesia. Jauh sebelumnya, pada tahun 1705 telah terbit sebuah catatan geologi dari seorang penyelidik terkenal G.E Rumphius yang melakukan penelitian geologi di daerah Maluku berisi mengenai berita gempabumi, letusan gunungapi, dan keberadaan mineral di daerah tersebut.
Pertengahan abad ke-19 merupakan masa persiapan berdirinya Dinas Pertambangan yang sebelumnya penyelidikan alam tergabung dalam Komisi Ilmu Alam. Buku mengenai geologi Pulau Jawa pertama kali dibuat pada periode ini oleh seorang dokter yang beralih profesi menjadi penyelidik alam yaitu Junghuhn. Bukunya yang berjudul Java Deszelfs Gedaante, Bekleeding En Inwendige Structuur pada tahun 1853 merupakan buku penting bagi penyelidikan geologi di Pulau Jawa pada waktu itu bahkan hingga kini karya ilmiahnya masih sering dikutip sebagai bahan referensi.
Masih dalam pertengahan abad ke-19, tercatat kejadian penting yaitu berdirinya Perhimpunan Ilmu Alam Kerajaan (Koninklijk Natuurkundige Vereeniging) selain berdirinya dinas pertambangan yang telah disebutkan di atas. Kedua instansi tersebut secara bersama-sama menerbitkan artikel-artikel yang terkumpul dalam Majalah Ilmu Alam (Natuurkundig Tijdschrift) yang kemudian berubah nama menjadi Chronica Naturae. Forum ini menjadi sangat padat hingga akhirnya dinas pertambangan memutuskan untuk membuat majalah lain dengan nama Jaarboek van het Mijnwezen in Nederlandsch (Oost) Indie yang terbit pertama kali tahun 1872.
Pada akhir abad ke-19 penyelidikan geologi masih terfokus pada dunia ilmu pengetahuan dan bukan semata-mata untuk kepen-tingan komersial dan dimanfaatkan. Tercatat seorang peneliti bernama R.D.M. Verbeek dan R.D. Verbeek yang melakukan penyelidikan geologi di seluruh Sumatera. Penye-lidikan fosil juga dilakukan oleh E. Dubois di Jawa dan Sumatera yang menghasilkan penemuan fosil manusia purbaPithecanthropus erectus yang kemudian diumumkan pada tahun 1894.
Awal abad ke-20 kegiatan penyelidikan geologi meningkat dengan pesat sehingga didirikan cabang geologi dalam dinas pertambangan. Ahli geologi pun tidak lagi didominasi oleh orang Belanda tetapi juga terdapat ahli geologi dari negara lain yang ikut melakukan penyelidikan di nusantara. Brouwer (1925) dan Rutten (1927) melakukan sintesa dari penyelidikan-penyelidikan sebelumnya di seluruh nusantara dengan menerbitkan buku Geology of the Netherlands East Indies danVoordrachten over de Geologie van Nederlands Oost Indie (ceramah-ceramah mengenai geologi Hindia Belanda Timur).
Pada tahun 1929 ditandai dengan pembukaan museum geologi dan diterbitkannya 13 lembar (quadrangle) peta bersistem Pulau Jawa dengan skala 1:100.000, 13 lembar peta Pulau Sumatera dengan skala 1:200.000 serta 12 lembar peta regional berskala 1:1.000.000. Pada tahun yang sama penyelidikan di Kalimantan Barat dan Tengah akhirnya diakhiri dengan penerbitan hasil penyelidikan pada tahun 1939. Ekspedisi-ekspedisi ilmiah oleh lembaga lain juga tercatat pada periode ini yaitu Ekspedisi Snellius oleh ahli geologi P.H. Kuenen pada tahun 1929-1930, penyelidikan gaya berat oleh F.A. Vening Meinesz dengan menggunakan kapal selam Nederland K-XIII pada tahun 1929-1930, ekspedisi Sulawesi Tengah oleh H. Brouwer pada tahun 1929, ekspedisi puncak Carstenz pada tahun 1936 yang berhasil menemukan endapan tembaga Ertsberg dan pengumpulan fosil manusia purba oleh von Koenigswald.
Sintesa dari penyelidikan-penyelidikan geologi tersebut dilakukan oleh H. Stauffer dalam The Geology of the Netherlands Indies, Franz Weidenreich dalam The Puzzle of Pithecanthropus dan Alexander D. Ter Braake dalamVolcanology in the Netherlands Indies. Kesemua karya tulis tersebut terdapat dalam buku Science and Scientists in the Netherlands Indiesyang diterbitkan di New York pada tahun 1945. Sintesa penyelidikan geologi selama 100 tahun dilakukan oleh R.W. van Bemmelen dalam bukunya yang paling spektakuler berjudul Geology of Indonesia yang diterbitkan pada tahun 1949. Penggunaan nama Indonesia telah dilakukan karena penerbitan buku ini terjadi setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya pada tahun 1945. Buku ini menjadi sebuah maha karya besar dan menjadi dasar penyelidikan geologi dan pencarian sumberdaya alam pada saat ini.
Masa Pendudukan Jepang
Masa pendudukan Jepang hampir tidak ada kegiatan penyelidikan geologi yang berarti. Pada masa ini tercatat hanya penggantian nama dari dinas pertambangan Dienst van het Mijnwezen menjadi Sangyobu Chisitsu ChosajoChisitsu Chosajo diambil alih oleh Indonesia pada hari dikeluarkannya perintah perebutan kekuasaan pada bulan September 1945 dan diganti menjadi Djawatan Tambang dan Geologi.
Masa Perang Kemerdekaan
Djawatan Tambang dan Geologi yang terbentuk dibawah Kementerian Pekerjaan Umum dengan menterinya pada waktu adalah Abikusno. Susunan djawatan yang baru dibentuk itu meliputi empat bagian yaitu Bagian Urusan Umum oleh Slamet Pambudi, Bagian Perusahaan oleh A.F. Lasut, Bagian Geologi oleh R. Soenoe Soemosoesastro dan Bagian Laboratorium oleh R. Ali Tirtosuwirjo.
Djawatan ini kemudian mengalami berbagai perubahan dan perpindahan kementerian dari Kementerian Pekerjaan Umum dipindahkan ke Kementerian Kemakmuran dan kemudian ke Kementerian Perindustrian dan Perdagangan. Pada akhirnya berada di bawah Kementerian Kemakmuran pada tahun 1947. Tidak hanya induk dari djawatan yang berganti-ganti tetapi pimpinan djawatan tersebut juga mengalami pergantian terus-menerus hingga akhirnya diputuskan pemimpin djawatan tersebut adalah A.F. Lasut dan R.S. Soemosoesastro tetap memimpin Bagian Geologi.
Belanda yang membonceng sekutu membentuk pemerintah federal di Indonesia yang serta-merta mendirikan kembali Dienst van den Mijnbouw dengan pusat di Jakarta. Dengan demikian pada waktu itu terdapat dua lembaga yang mengerjakan penyelidikan geologi di Indonesia.
Perang revolusi meletus menyebabkan djawatan harus melakukan pengungsian dan perpindahan terus-menerus yang mengakibatkan tercecernya arsip-arsip berharga penyelidikan-penyelidikan geologi. Beberapa arsip tersebut musnah akibat pemboman dan kebakaran dan pada akhirnya hanya kalkir Pulau Jawa yang dapat diselamatkan.
Kegiatan penyelidikan geologi tidak banyak yang dapat dilakukan pada periode ini. Kegiatan geologi yang dilakukan pada periode ini adalah usaha untuk menghidupkan kembali penambangan-penambangan yang telah ada sebelumnya di daerah Purwakarta dan di daerah Tulungagung. Pimpinan djawatan sempat pula meninjau kegiatan pertambangan di Sumatera.
Berita yang cukup mengejutkan adalah tertangkap dan terbunuhnya kepala djawatan A.F. Lasut oleh pihak Belanda pada tanggal 7 Mei 1949 di Yogyakarta bertepatan dengan ditandatanganinya perjanjian Roem-Royen.
Masa Mengisi Kemerdekaan
Dengan terbentuknya kembali negara kesatuan Republik Indonesia pada tahun 1950, Djawatan Pertambangan dan Geologi dipindahkan ke Jakarta dan mempunyai cabang di Bandung yang pada tahun 1952 berubah menjadi Pusat Djawatan Geologi. Pusat Djawatan Geologi kemudian menjadi Djawatan Geologi dan pada tahun 1963 menjadi Direktorat Geologi. Selanjutnya Direktorat Geologi dikembangkan pada tahun 1978 menjadi Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Direktorat Sumberdaya Mineral, Direktorat Vulkanologi dan Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi yang bernaung di bawah Direktorat Jenderal Pertambangan Umum. Pada tahun 1984 Direktorat Jenderal Pertambangan Umum dipecah menjadi Direktorat Jenderal Pertambangan Umum dan Direktorat Jenderal Geologi dan Sumberdaya Mineral yang menaungi keempat unit tersebut dengan ditambah satu unit baru yaitu Pusat Pengembangan Geologi Kelautan.
Pengkaderan para ahli geologi tidak luput dipikirkan oleh pemerintah Indonesia yang baru dengan dibukanya sekolah geologi pertama pada 1 Desember 1946 yaitu Sekolah Pertambangan Geologi Rendah dan Laboran, Sekolah Pertambangan Geologi Menengah dan Sekolah Tinggi Pertambangan Geologi. Sesudah perang usai dibukalah Kursus Ahli Praktek Geolgi dan Pertambangan yang kemudian berubah menjadi Akademi Geologi dan Pertambangan (AGP).
Prof. Th. H.F. Klompe pada tahun 1950 mendirikan bagian geologi di Institut Teknologi Bandung (ITB) kemudian disusul oleh Universitas Padjajaran (UNPAD) pada tahun 1959 dan Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 1960 dan selanjutnya dibuka bagian-bagian geologi pada sekolah tinggi lainnya.
Pada periode 1960-1965 para ahli geologi Indonesia sudah cukup banyak dan beberapa ekspedisi dilakukan diantaranya adalah Ekspedisi Cenderawasih yaitu pendakian Puncak Carlstenz di Irian Barat yang diikuti oleh ahli geologi dari Direktorat Geologi, Ekspedisi Laut Baruna I dan II di Indonesia Timur yang diikuti oleh ahli geologi dari Direktorat Geologi dan Universitas dan penyelidikan berkala lainnya yang diselenggarakan oleh Direktorat Geologi maupun Universitas. Pada periode tersebut tepatnya tahun 1960 para ahli geologi Indonesia mendirikan Ikatan Ahli Geologi Indonesian (IAGI).
Dengan perkembangan teknologi ilmu pengetahuan kebumian dan kemampuan ahli geologi Indonesia yang berkembang pesat, penyelidikan geologi di Indonesia saat ini diharapkan mampu memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan yang sangat besar seperti halnya penyelidikan terdahulu yang mampu menciptakan buku yang spektakuler Geology of Indonesia (van Bemmelen, 1949).
Share
 
;