Sabtu, 29 Oktober 2011

Pertambangan dalam Perwujudan Masa Kini

Di Ciumbuleuit, di pegunungan sebelah utara Kota Bandung pada tahun 1864, ditemukan kapak upacara Zaman Neolitikum. Daerah itu memang dikenal sebagai salah satu tempat yang sudah dihuni orang sejak zaman prasejarah. Ketika orang belum mengenal logam, penduduk Ciumbuleuit telah menggunakan obsidian atau batu kaca sebagai bahan untuk membuat berbagai perkakas. Sumber obsidian diketahui terletak di Pasir Kiamis di sebelah tenggara Bandung. Pada tahun 1950-an, Werner Rothpletz, seorang geologiwan Swis yang bekerja pada Djawatan Geologi, melakukan penyelidikan benda-benda purbakala di sekitar Danau Bandung Purba. Temuannya menunjukkan bahwa wilayah itu telah dihuni oleh manusia pada Zaman Paleolitikum, Neolitikum, dan pada Zaman Perunggu. Berbagai benda purbakala itu sekarang diperagakan di Museum Geologi Bandung.
Pendatang dari India pada abad ke-7 memperkenalkan logam antara lain perhiasan emas dan perak kepada penduduk Nusantara. Dalam hubungan inilah di beberapa tempat, seperti bagian barat Pulau Sumatra, Sulawesi Utara, dan Kalimantan, sudah sejak lama masyarakat setempat mendapatkan emas dengan cara mendulang dari dalam endapan sejumlah sungai. Di Bengkulu dan Sulawesi Utara terdapat petunjuk bahwa pada masa lampau emas juga diperoleh dengan cara menggali. Logam yang juga sudah lama dikenal orang adalah besi. Orang Dayak sejak lama sudah mampu membuat mandau, semacam pedang dari besi yang diolah dari endapan besi setempat. Mengolah bijih besi dan selanjutnya
membuat barang seperti mandau jelas memerlukan waktu lama, entah berapa generasi. Sayang sekali, sejarah mengenai hal ini belum ada yang mengungkapkan. Pada awal abad ke-18, di daerah Martapura, Kalimantan Selantan dan Landak, Kalimantan Barat penduduk setempat sudah memperdagangkan intan. Kalimantan dan juga daerah Riau sejak lama terkenal akan endapan emasnya, sehingga menarik banyak orang dari luar, terutama dari Cina. Itu pula sebabnya di Kalimantan Barat terdapat banyak bekas galian lama dan juga banyak penduduk Cina. Minyak bumi bahkan sudah jauh lebih lama lagi ditemukn orang, yaitu sebelum abad ke-16. Minyak mentah ditemukan di Sumatra, di Jawa di sekitar Cepu dan di sebelah barat Semarang. Di Sumatra rembasan minyak mentah pada waktu itu banyak digunakan orang sebagai obat berbagai macam penyakit kulit. Batubara juga telah lama dikenal. Dulu orang lebih mengenalnya sebagai arang batu. Di beberapa tempat di Sumatra dan Kalimantan, bahkan Jawa, endapan batubara sudah diketahui orang sejak lama. Jika batu alam digolongkan sebagai bagian dari ‘bahan tambang’ dalam arti luas, maka sejarah penggunaannya dapat dimundurkan beberapa ratus tahun. Bahan ini digunakan dalam pembangunan candi dan bahkan istana raja lebih dari seribu tahun yang lalu. Dalam pertambangan, bahan atau benda yang diusahakan disebut bahan tambang, bahan galian, atau mineral, cebakan atau pelikan. Mineral adalah bahan yang terdapat di alam dengan susunan kimia dan sifat fisika yang khas, biasanya terdapat dalam bentuk hablur atau kristal. Definisi ini dipakai dalam lingkungan mineralogi atau ilmu mineral. Namun, ada kecenderungan sementara kalangan untuk memasukkan minyak dan gas bumi ke dalamnya. Di dunia pertambangan, kata ‘mineral‘ menjadi sangat lentur. Mineral cair dan yang berupa gas dapat dimasukkan ke dalamnya. Sebagai contoh, iodium ditemukan di dalam air asin di daerah antiklin yang di dalamnya diperkirakan mengandung minyak bumi. Dalam kaitan dengan perekonomian, ada istilah yang dewasa ini tak dapat dipisahkan, yaitu sumber daya. Istilah yang sudah lama masuk dalam kosakata bahasa Indonesia sejak kita merdeka adalah sumber kekayaan yang pada hakikatnya juga sumber daya. Menurut definisi, sumber daya adalah bahan atau hal, atau sesuatu yang dapat berguna dalam pemenuhan keperluan hidup manusia. Dalam definisi yang diusulkan di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), yang dimaksudkan dengan sumber daya alam adalah sesuatu yang ditemukan di lingkungan alam sekitar, yang dengan suatu cara mungkin dapat dimanfaatkan untuk keperluan hidup manusia. Sebelum orang mengetahui adanya longgokan mineral di suatu tempat, diperlukan banyak kegiatan. Seluruh daerah perlu dicermati dan semua petunjuk tentang kemungkinan adanya mineral diinventaris, dijajaki, diselidiki secara mendalam, dan dinilai dengan cermat dari segi ekonomi. Pekerjaan ini disebut penyigian geologi dan dilakukan oleh seseorang dengan keahlian khusus dalam bidang endapan mineral. Dasar ilmu orang yang melakukan pekerjaan itu ialah geologi. Tetapi dewasa ini, geologi telah berkembang sangat luas dan sangat rumit, dengan menggunakan perlengkapan yang sangat canggih. Itulah sebabnya lebih banyak digunakan sebutan ilmu kebumian. Meskipun secara umum pelakunya disebut geologiwan-petambang atau petambang geologiwan, atau sebutan yang lain.
Tidak semua orang dapat menentukan apakah endapan mineral tertentu dapat ditambang dengan menguntungkan atau tidak. Menambang memang mengandung resiko besar, seperti masih akan
dibahas di belakang. Isilah inggrisnya mineable, yaitu dapat ditambang secara teknis. Untuk itu perlu diketahui ukuran cadangan, sebaran tubuh bijihnya, baik pada arah mendatar maupun menegak, mutu bijihnya, dan berbagai segi lainnya, termasuk jarak tambang kecalon pengguna bahan yang ditambang. Barulah setelah semua segi endapan itu diketahui, dapat ditentukan bagaimana mengusahakan, dengan cara tambang terbuka, tambang bawah tanah dengan jalan membuat terowong atau lorong tegak dan mendatar, lubang sumuran menegak, atau gabungan berbagai cara itu. Tubuh bijih yang ada di kedalaman bumi dan keragaman mutunya tidak dapat diketahui hanya atas dasar apa yang tampak dipermukaan. Untuk mengajuk (mengetahui dengan pasti) ukuran tubuh itu, keragaman jenis bijih dan mutunya, diperlukan bantuan pemboran-dalam dengan perlengkapan yang serba khas, termasuk mata bor bertatahkan intan. Oleh karena itu, tambang besar misalnya tambang Freeport di daerah pegunungan di pedalaman Papua, salah satu tambang kelas dunia, harus ditangani dengan modal besar dan teknologi tinggi. Minyak dan gas bumi pada dasarnya adalah saudara kandung. Tetapi, jika membicarakan tambang minyak dan gas bumi dan menyandingkannya dengan tambang bijih dan tambang batubara, akan terlihat banyak perbedaan. Perbedaan itu sudah dapat dilihat dari sejak dilakukan penelusuran keterdapatan sumber daya itu di alam, cara mengusahakan, mengembangakan, hingga akhirnya memasarkan hasilnya. Mungkin karena itulah, sejak awal orang membedakan industri mineral (mineral industry) dan industri minyak bumi (oil industry atau petroleum industry). Kini ukuran industri minyak bumi menjadi sangat besar. Oleh sebab itu, orang membedakan industri hulu dengan industri hilir. Sebelum Perang Dunia II, gas bumi belum terlalu diperhitungkan. Penggunaan pada waktu itu terbatas untuk keperluan rumah tangga dan membangkitkan tenaga listrik untuk keperluan sendiri di kilang minyak. Di samping itu ada bahan tambang yang seasal, aspal, dan bahan dasar pelumas yang dalam kehidupan sehari-hari dipisahkan. Pemanfaatan sumber daya energi panas bumi merupakan hal yang baru di Indonesia, yaitu untuk pembangkitan tenaga lisrtik, sejak dasarwasa 1980-an. Sebenarnya sejak tahun 1926 Belanda sudah menengarai adeanya dua tempat yang mengandung panas bumi, yaitu Kawah Kamojang dan Dataran Tinggi Dieng. Ada yang jadi pemicunya, yaitu pusat listrik tenaga panas bumi Lardarello di Italia yang pada waktu itu telah jadi kenyataan. Pada tahun 1924 di sana bahkan diadakan konferensi internasional, yang juga dihadiri utusan dari Hindia Belanda, yang diwakili staf dari Dienst van den Mijnbouw. Sumber daya energi yang juga cukup besar adalah tenaga air. Indonesia mempunyai potensi tenaga air yang tersebar di banyak lokasi, yaitu di Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Jawa, Maluku, Bali, Nusatenggara Barat, dan Nusatenggara Timur. Setelah Perang dunia II usai, industri pertambangan berangsur-angsur menemukan bentuknya. Pada masa itu, di Indonesia tidak ada perusahaan pertambangan yang masuk hitungan sebagai pemain dunia. Timah dari Hindia Belanda dikirim ke Singapura dan dari sana diteruskan ke pasar dunia, bersama timah dari Tanah Melayu, yang memeng tercatat sebagai penghasil besar timah di dunia.
Selama hampir dua dasarwasa setelah Indonesia merdeka, sektor pertambangan selain minyak dan gas bumi tidak mengalami pertumbuhan yang berarti. Tinggalan Belanda berupa data mengenai
tempat-tempat yang mengandung endapan mineral di Indonesia merupakan modal awal bagi pengembangan kegiatan usaha partambangan. Untuk pengusahaannya masih digunakan peraturan perundanan yang tercantum dalam Indische Mijnwet 1899, Undang-undang Pertambangan Hindia Belanda (selanjutnya di sebut Mijnwet). Selama digunakan, Mijnwet tlah beberapa kali diubah dan diamandemen namun dengan nama yang sama, yaitu pada tahun 1900, 1904, 1910, dan 1918. Setelah Indonesia merdeka, Mijnwet kemudian diganti dengan Undang-undang (UU) No. 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan, kemudian diubah menjadi UU No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, dan terakhir diubah lagi menjadi UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Kini, karena globalisasi, Indonesia sebagai penghasil mataniaga yang berasal dari penambangan, juga harus mampu bersaing dengan negara-negara lain dipasar dunia. Mataniaga tambang yang menjadi andalan, antara lain tembaga, timah, nikel dan batubara. Oleh karena itu, Indonesia juga menjadi anggota badan internasional yang berhubungan dengan berbagai mataniaga tersebut. Dipentas internasional terdapat beberapa badan yang menangani mataniaga bahan tambang, diantaranya, International Tin Council (ITC; Dewan Timah Internasioanal) untuk timah; International Bauxite Association (IBA; Dewan Bauksit Internasional) untuk bauksit; Conseil Intergovernmental des Pays Eportateurs de Cuivre (CIPEC; Dewan Antarpemerintah Negara Pengekspor Tembaga) untuk tembaga dan International Nickel Study Group. Semua badan ini menyangkut bidang praktis, sedangkan yang bekerja di bidang koordinasi dalam penyelidikan sumber daya mineral dan minyak dan gas bumi adalah Committee for the Coordination of Joint Prospecting in Asean Offshore Areas (CCOP; Panitia untuk Kordinasi Pemerkiraan Gabungan Sumber Daya Mineral, Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas Pantai Asian), yang berada di bawah PBB, yaitu United Nations for Development Programme (UNDP). Badan yang berhubungan dengan minyak bumi, yaitu Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC; Organisasi Negara-negara Minyak) yang dibentuk pada tahun 1960, sangat besar pangaruhnya dalam percaturan energi global. Selain kerja sama dengan badan-badan internasional, Indonesia juga melakukan kerja sama bilateral, antara lain dengan Korea Selatan, Taiwan, Amerika Serikat, Australia, Norwegia, Republik Rakyat Cina, India, Thailand, dan Singapura. Selain bahan tambang yang disebut di atas ada pula bahan galian yang disebut bahan galian industri. Dalam UU No. 11 Tahun 1967 bahan galian industri dimasukkan ke dalam bahan galian golongan C yang pengurusnya dilimpahkan ke daerah. Jenis yang termasuk ke dalamnya antara lain batu, pasir, kerikil, batu gamping, lempung, dan batu hias. Khusus dalam bidang kebinamargaan, terdapat istilah yang sudah sangat umum yakni ‘sirtu’ (pasir dan batu). Tidak kurang dari jutaan meter kubik sirtu digunakan dalam pembanggunan dan pemeliharaan jalan raya. Pada UU No. 4 Tahun 2009, bahan galian dikelompokkan menjadi kelompok mineral dan kelompok batubara.
Share

0 komentar:

Posting Komentar

Thanks buat semua yang sudah kasih komentar

 
;