Di Ciumbuleuit,
di pegunungan sebelah utara Kota Bandung pada tahun 1864, ditemukan kapak
upacara Zaman Neolitikum. Daerah itu memang dikenal sebagai salah satu tempat
yang sudah dihuni orang sejak zaman prasejarah. Ketika orang belum mengenal
logam, penduduk Ciumbuleuit telah menggunakan obsidian atau batu kaca sebagai
bahan untuk membuat berbagai perkakas. Sumber obsidian diketahui terletak di
Pasir Kiamis di sebelah tenggara Bandung. Pada tahun 1950-an, Werner Rothpletz,
seorang geologiwan Swis yang bekerja pada Djawatan Geologi, melakukan
penyelidikan benda-benda purbakala di sekitar Danau Bandung Purba. Temuannya
menunjukkan bahwa wilayah itu telah dihuni oleh manusia pada Zaman
Paleolitikum, Neolitikum, dan pada Zaman Perunggu. Berbagai benda purbakala itu
sekarang diperagakan di Museum Geologi Bandung.
Pendatang dari India pada abad
ke-7 memperkenalkan logam antara lain perhiasan emas dan perak kepada penduduk
Nusantara. Dalam hubungan inilah di beberapa tempat, seperti bagian barat Pulau
Sumatra, Sulawesi Utara, dan Kalimantan, sudah sejak lama masyarakat setempat
mendapatkan emas dengan cara mendulang dari dalam endapan sejumlah sungai. Di
Bengkulu dan Sulawesi Utara terdapat petunjuk bahwa pada masa lampau emas juga
diperoleh dengan cara menggali. Logam yang juga sudah lama dikenal orang adalah
besi. Orang Dayak sejak lama sudah mampu membuat mandau, semacam pedang dari
besi yang diolah dari endapan besi setempat. Mengolah bijih besi dan
selanjutnya
membuat
barang seperti mandau jelas memerlukan waktu lama, entah berapa generasi.
Sayang sekali, sejarah mengenai hal ini belum ada yang mengungkapkan. Pada awal
abad ke-18, di daerah Martapura, Kalimantan Selantan dan Landak, Kalimantan
Barat penduduk setempat sudah memperdagangkan intan. Kalimantan dan juga daerah
Riau sejak lama terkenal akan endapan emasnya, sehingga menarik banyak orang
dari luar, terutama dari Cina. Itu pula sebabnya di Kalimantan Barat terdapat
banyak bekas galian lama dan juga banyak penduduk Cina. Minyak bumi bahkan
sudah jauh lebih lama lagi ditemukn orang, yaitu sebelum abad ke-16. Minyak
mentah ditemukan di Sumatra, di Jawa di sekitar Cepu dan di sebelah barat
Semarang. Di Sumatra rembasan minyak mentah pada waktu itu banyak digunakan
orang sebagai obat berbagai macam penyakit kulit. Batubara juga telah lama
dikenal. Dulu orang lebih mengenalnya sebagai arang batu. Di beberapa tempat di
Sumatra dan Kalimantan, bahkan Jawa, endapan batubara sudah diketahui orang
sejak lama. Jika batu alam digolongkan sebagai bagian dari ‘bahan tambang’
dalam arti luas, maka sejarah penggunaannya dapat dimundurkan beberapa ratus
tahun. Bahan ini digunakan dalam pembangunan candi dan bahkan istana raja lebih
dari seribu tahun yang lalu. Dalam pertambangan, bahan atau benda yang
diusahakan disebut bahan tambang, bahan galian, atau mineral, cebakan atau pelikan.
Mineral adalah bahan yang terdapat di alam dengan susunan kimia dan sifat
fisika yang khas, biasanya terdapat dalam bentuk hablur atau kristal. Definisi
ini dipakai dalam lingkungan mineralogi atau ilmu mineral. Namun, ada
kecenderungan sementara kalangan untuk memasukkan minyak dan gas bumi ke
dalamnya. Di dunia pertambangan, kata ‘mineral‘ menjadi sangat lentur. Mineral
cair dan yang berupa gas dapat dimasukkan ke dalamnya. Sebagai contoh, iodium
ditemukan di dalam air asin di daerah antiklin yang di dalamnya diperkirakan
mengandung minyak bumi. Dalam kaitan dengan perekonomian, ada istilah yang
dewasa ini tak dapat dipisahkan, yaitu sumber daya. Istilah yang sudah lama
masuk dalam kosakata bahasa Indonesia sejak kita merdeka adalah sumber kekayaan
yang pada hakikatnya juga sumber daya. Menurut definisi, sumber daya adalah
bahan atau hal, atau sesuatu yang dapat berguna dalam pemenuhan keperluan hidup
manusia. Dalam definisi yang diusulkan di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB),
yang dimaksudkan dengan sumber daya alam adalah sesuatu yang ditemukan di
lingkungan alam sekitar, yang dengan suatu cara mungkin dapat dimanfaatkan
untuk keperluan hidup manusia. Sebelum orang mengetahui adanya longgokan
mineral di suatu tempat, diperlukan banyak kegiatan. Seluruh daerah perlu
dicermati dan semua petunjuk tentang kemungkinan adanya mineral diinventaris,
dijajaki, diselidiki secara mendalam, dan dinilai dengan cermat dari segi
ekonomi. Pekerjaan ini disebut penyigian geologi dan dilakukan oleh seseorang
dengan keahlian khusus dalam bidang endapan mineral. Dasar ilmu orang yang
melakukan pekerjaan itu ialah geologi. Tetapi dewasa ini, geologi telah
berkembang sangat luas dan sangat rumit, dengan menggunakan perlengkapan yang
sangat canggih. Itulah sebabnya lebih banyak digunakan sebutan ilmu kebumian.
Meskipun secara umum pelakunya disebut geologiwan-petambang atau petambang
geologiwan, atau sebutan yang lain.
Tidak semua orang dapat
menentukan apakah endapan mineral tertentu dapat ditambang dengan menguntungkan
atau tidak. Menambang memang mengandung resiko besar, seperti masih akan
dibahas
di belakang. Isilah inggrisnya mineable, yaitu dapat ditambang secara
teknis. Untuk itu perlu diketahui ukuran cadangan, sebaran tubuh bijihnya, baik
pada arah mendatar maupun menegak, mutu bijihnya, dan berbagai segi lainnya,
termasuk jarak tambang kecalon pengguna bahan yang ditambang. Barulah setelah
semua segi endapan itu diketahui, dapat ditentukan bagaimana mengusahakan,
dengan cara tambang terbuka, tambang bawah tanah dengan jalan membuat terowong
atau lorong tegak dan mendatar, lubang sumuran menegak, atau gabungan berbagai
cara itu. Tubuh bijih yang ada di kedalaman bumi dan keragaman mutunya tidak
dapat diketahui hanya atas dasar apa yang tampak dipermukaan. Untuk mengajuk
(mengetahui dengan pasti) ukuran tubuh itu, keragaman jenis bijih dan mutunya,
diperlukan bantuan pemboran-dalam dengan perlengkapan yang serba khas, termasuk
mata bor bertatahkan intan. Oleh karena itu, tambang besar misalnya tambang
Freeport di daerah pegunungan di pedalaman Papua, salah satu tambang kelas
dunia, harus ditangani dengan modal besar dan teknologi tinggi. Minyak dan gas
bumi pada dasarnya adalah saudara kandung. Tetapi, jika membicarakan tambang
minyak dan gas bumi dan menyandingkannya dengan tambang bijih dan tambang
batubara, akan terlihat banyak perbedaan. Perbedaan itu sudah dapat dilihat
dari sejak dilakukan penelusuran keterdapatan sumber daya itu di alam, cara
mengusahakan, mengembangakan, hingga akhirnya memasarkan hasilnya. Mungkin
karena itulah, sejak awal orang membedakan industri mineral (mineral
industry) dan industri minyak bumi (oil industry atau petroleum
industry). Kini ukuran industri minyak bumi menjadi sangat besar. Oleh
sebab itu, orang membedakan industri hulu dengan industri hilir. Sebelum Perang
Dunia II, gas bumi belum terlalu diperhitungkan. Penggunaan pada waktu itu
terbatas untuk keperluan rumah tangga dan membangkitkan tenaga listrik untuk
keperluan sendiri di kilang minyak. Di samping itu ada bahan tambang yang
seasal, aspal, dan bahan dasar pelumas yang dalam kehidupan sehari-hari
dipisahkan. Pemanfaatan sumber daya energi panas bumi merupakan hal yang baru
di Indonesia, yaitu untuk pembangkitan tenaga lisrtik, sejak dasarwasa 1980-an.
Sebenarnya sejak tahun 1926 Belanda sudah menengarai adeanya dua tempat yang
mengandung panas bumi, yaitu Kawah Kamojang dan Dataran Tinggi Dieng. Ada yang
jadi pemicunya, yaitu pusat listrik tenaga panas bumi Lardarello di Italia yang
pada waktu itu telah jadi kenyataan. Pada tahun 1924 di sana bahkan diadakan
konferensi internasional, yang juga dihadiri utusan dari Hindia Belanda, yang
diwakili staf dari Dienst van den Mijnbouw. Sumber daya energi yang juga cukup
besar adalah tenaga air. Indonesia mempunyai potensi tenaga air yang tersebar
di banyak lokasi, yaitu di Papua, Kalimantan, Sulawesi, Sumatra, Jawa, Maluku,
Bali, Nusatenggara Barat, dan Nusatenggara Timur. Setelah Perang dunia II usai,
industri pertambangan berangsur-angsur menemukan bentuknya. Pada masa itu, di
Indonesia tidak ada perusahaan pertambangan yang masuk hitungan sebagai pemain
dunia. Timah dari Hindia Belanda dikirim ke Singapura dan dari sana diteruskan
ke pasar dunia, bersama timah dari Tanah Melayu, yang memeng tercatat sebagai
penghasil besar timah di dunia.
Selama hampir dua dasarwasa
setelah Indonesia merdeka, sektor pertambangan selain minyak dan gas bumi tidak
mengalami pertumbuhan yang berarti. Tinggalan Belanda berupa data mengenai
tempat-tempat yang mengandung endapan mineral di Indonesia
merupakan modal awal bagi pengembangan kegiatan usaha partambangan. Untuk
pengusahaannya masih digunakan peraturan perundanan yang tercantum dalam
Indische Mijnwet 1899, Undang-undang Pertambangan Hindia Belanda (selanjutnya
di sebut Mijnwet). Selama digunakan, Mijnwet tlah beberapa kali diubah dan
diamandemen namun dengan nama yang sama, yaitu pada tahun 1900, 1904, 1910, dan
1918. Setelah Indonesia merdeka, Mijnwet kemudian diganti dengan Undang-undang
(UU) No. 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan, kemudian diubah menjadi UU No.
11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, dan terakhir
diubah lagi menjadi UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Kini, karena globalisasi, Indonesia sebagai penghasil mataniaga yang
berasal dari penambangan, juga harus mampu bersaing dengan negara-negara lain
dipasar dunia. Mataniaga tambang yang menjadi andalan, antara lain tembaga,
timah, nikel dan batubara. Oleh karena itu, Indonesia juga menjadi anggota
badan internasional yang berhubungan dengan berbagai mataniaga tersebut.
Dipentas internasional terdapat beberapa badan yang menangani mataniaga bahan
tambang, diantaranya, International Tin Council (ITC; Dewan Timah
Internasioanal) untuk timah; International Bauxite Association (IBA; Dewan Bauksit
Internasional) untuk bauksit; Conseil Intergovernmental des Pays Eportateurs de
Cuivre (CIPEC; Dewan Antarpemerintah Negara Pengekspor Tembaga) untuk tembaga
dan International Nickel Study Group. Semua badan ini menyangkut bidang
praktis, sedangkan yang bekerja di bidang koordinasi dalam penyelidikan sumber
daya mineral dan minyak dan gas bumi adalah Committee for the Coordination of
Joint Prospecting in Asean Offshore Areas (CCOP; Panitia untuk Kordinasi
Pemerkiraan Gabungan Sumber Daya Mineral, Minyak dan Gas Bumi di Daerah Lepas
Pantai Asian), yang berada di bawah PBB, yaitu United Nations for Development
Programme (UNDP). Badan yang berhubungan dengan minyak bumi, yaitu Organization
of Petroleum Exporting Countries (OPEC; Organisasi Negara-negara Minyak) yang
dibentuk pada tahun 1960, sangat besar pangaruhnya dalam percaturan energi
global. Selain kerja sama dengan badan-badan internasional, Indonesia juga
melakukan kerja sama bilateral, antara lain dengan Korea Selatan, Taiwan,
Amerika Serikat, Australia, Norwegia, Republik Rakyat Cina, India, Thailand,
dan Singapura. Selain bahan tambang yang disebut di atas ada pula bahan galian
yang disebut bahan galian industri. Dalam UU No. 11 Tahun 1967 bahan galian
industri dimasukkan ke dalam bahan galian golongan C yang pengurusnya
dilimpahkan ke daerah. Jenis yang termasuk ke dalamnya antara lain batu, pasir,
kerikil, batu gamping, lempung, dan batu hias. Khusus dalam bidang
kebinamargaan, terdapat istilah yang sudah sangat umum yakni ‘sirtu’ (pasir dan
batu). Tidak kurang dari jutaan meter kubik sirtu digunakan dalam pembanggunan
dan pemeliharaan jalan raya. Pada UU No. 4 Tahun 2009, bahan galian
dikelompokkan menjadi kelompok mineral dan kelompok batubara.
Share
0 komentar:
Posting Komentar
Thanks buat semua yang sudah kasih komentar